Ukiran Pesan di Mihrab Masjid Cordoba (Serial Perjalanan Andalusia #2)
Mezquita-Cathedral Córdoba adalah jejak sejarah megah yang mengingatkan kita bahwa kejayaan dunia fana, sementara kebesaran Tuhan abadi.
Menginjakkan kaki di Mezquita-Cathedral Córdoba, rasanya seperti masuk ke dalam perjalanan waktu yang membawa kita melewati berbagai era peradaban. Bangunan megah ini, yang awalnya dibangun sebagai masjid oleh Dinasti Umayyah pada abad ke-8, kemudian diubah menjadi katedral setelah Reconquista oleh Kerajaan Katolik Spanyol.
Saat pertama kali melangkah masuk, kita akan disambut oleh hutan tiang-tiang megah yang membentuk lengkungan ganda dengan pola merah dan putih yang khas. Pola ini bukan hanya sekadar hiasan arsitektural, tetapi merupakan signature dari Dinasti Umayyah. Arsitektur yang mirip seperti ini dapat ditemukan di perluasan Masjid Nabawi di Madinah yang juga dibangun di era kekuasaan Dinasti Umayyah.


Elemen lain yang paling mencolok dalam Mezquita Córdoba adalah mihrab, sebuah ceruk kecil yang menandai arah kiblat bagi umat Muslim saat mereka menunaikan salat. Mihrab ini bukan hanya sekadar penunjuk arah, tetapi juga memiliki nilai seni dan spiritual yang tinggi.
Mihrab di Mezquita Córdoba dirancang dengan sangat indah, dihiasi dengan ukiran rumit dan ornamen mozaik yang mencerminkan keahlian tinggi para pengrajin pada masa itu.
Di bagian atas mihrab, terdapat dua ayat Al-Qur'an yang diukir dengan kaligrafi kufi yang elegan, sebuah gaya penulisan yang sering digunakan dalam seni Islam pada masa kejayaan peradaban Muslim. Kaligrafi ini bukan hanya sekadar dekorasi, tetapi juga menjadi pengingat akan kebesaran Tuhan serta pentingnya nilai-nilai spiritual dalam kehidupan manusia. Meskipun fungsinya sebagai masjid telah berubah sejak berabad-abad lalu, mihrab ini tetap menjadi saksi bisu dari era kejayaan Islam di tanah Andalusia.


Dua ayat Al-Qur’an yang tertulis di kaligrafi Mihrab Masjid Cordoba tersebut adalah:
📖 Surah As-Sajdah (32:6)
ذَٰلِكَ عَـٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَـٰدَةِ ٱلْعَزِيزُ ٱلرَّحِيمُ
Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,
📖 Surah Ghafir (40:65)
هُوَ ٱلْحَىُّ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱدْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ ۗ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Kalau boleh menebak, mungkin ini adalah pesan tersirat—sebuah pengingat dari ulama kepada penguasa saat itu, atau justru dari penguasa untuk dirinya sendiri. Ayat-ayat tersebut menyadarkan kembali bahwa:
Allah Maha Mengetahui, jauh melampaui akal manusia. Dia tahu yang gaib dan yang tampak. Dia tahu setiap keputusan dan tindakan seorang pemimpin yang disembunyikan, apakah dia amanah atau korup.
Allah Maha Perkasa, tapi juga Maha Penyayang. Kekuasaan seharusnya tak membuat manusia lupa pada kasih sayang, terutama kepada mereka yang lemah dan membutuhkan perlindungan.
Manusia lahir dan mati, raja-raja berganti, tapi hanya Allah yang kekal. Maka, sembahlah Dia dengan penuh keikhlasan. Kekuasaan sebesar apapun tidak akan dibawa mati.
Mezquita Cordoba, dengan segala kemegahannya, mengingatkan kita bahwa kejayaan dunia hanyalah sementara. Hanya kebesaran-Nya yang abadi.