Ayat ketiga dari Surah Al-’Ashr ini adalah kunci untuk memahami bagaimana kita bisa dikecualikan dari golongan orang-orang yang merugi.
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
”kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”
(QS Al-’Ashr: 3)
Tafsir (Penjelasan Ayat)
Disarikan dari Tafsir Jalalain dan Tafsir Singkat Kemenag:
Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka tidak termasuk orang-orang yang merugi. Sebagian di antara mereka menasihati sebagian yang lainnya supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati dengan kesabaran di dalam menjalankan amal ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Empat syarat utama disampaikan di sini, dan setiap syarat memiliki kedalaman makna yang luar biasa.
Refleksi #1 — Iman ☪️
Refleksi #2 — Amal Shalih 🤲
Refleksi #3 — Saling Berwasiat bil Haq 🗣️⚖️
Refleksi #4 — Saling Berwasiat bi Shabr 🤝🕰️
Aplikasi dalam Kehidupan 🌱
Mari kita renungkan satu per satu.
Refleksi #1 — Iman
Iman lebih dari sekadar percaya. Kalau hanya percaya, iblis pun percaya akan keberadaan Allah, tapi Allah menyebutnya kafir. Kenapa? Karena iman membutuhkan ketundukan. Iman itu diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, diamalkan dengan perbuatan.
Hidayah yang berbuah iman melibatkan aspek akal dan hati. Akal yang lurus menjadi jalan masuk hidayah, tapi kemudian hati juga harus terbuka untuk menerima.
Lihat Firaun. Dia menyaksikan mukjizat Nabi Musa AS dengan mata kepalanya sendiri, akalnya jelas-jelas menerima. Tapi dia tetap menolak beriman. Al-Qur'an menyebut, mereka sebenarnya sudah meyakini kebenarannya, tetapi tetap menolak karena kezaliman dan kesombongan (QS An-Naml: 14).
Ada juga 3 orang musyrik Quraish: Abu Jahal, Akhnas bin Syuraiq, dan Abu Sufyan. Siang hari mereka menyuruh orang menjauhi Rasulullah SAW, tapi malam harinya diam-diam tertarik menguping bacaan Al-Qur'an. Itu karena sebetulnya akalnya membenarkan, tapi ego dan kesombongan menutupi hati mereka untuk menerima.
Iman adalah akar dari tiga syarat lainnya. Kalau iman benar, ia akan tampak pada amal shalih. Dari amal shalih, akan tumbuh keinginan untuk mengajak orang lain kepada kebaikan. Mengajak orang pada kebaikan pasti menemui tantangan, maka di sinilah kita butuh kesabaran.
Refleksi #2 — Amal Shalih
Amal bukan sekadar mengerjakan, tapi melibatkan niat dan kesadaran. Dalam bahasa Arab, shalih berarti baik, benar, sesuai. Kata ini memiliki kata turunan ishlah yang artinya memperbaiki sesuatu yang kurang baik. Amal shalih bukan hanya merupakan amal yang baik, tapi juga mempunyai dampak memperbaiki diri sendiri dan juga lingkungan.
Amal shalih lingkupnya luas. Ia bisa berupa ibadah, dapat juga berupa muamalah. Sholat, berdzikir, bersedekah, membaca Al-Qur’an, itu semua amal shalih. Begitu juga dengan menuntut ilmu, bekerja di kantor, melakukan penelitian di laboratorium, bercengkrama dengan keluarga, bernegosiasi dengan klien, juga adalah amal shalih.
Dalam Al-Qur'an, iman dan amal shalih disebut berdampingan, karena amal shalih adalah manifestasi logis dari iman. Tapi ini bukan berarti kita jadi mudah menghakimi keimanan orang lain ketika mereka tidak beramal shalih, melainkan jadikanlah amal shalih kita sebagai alat refleksi keimanan diri kita sendiri.
Refleksi #3 — Saling Berwasiat bil Haq
Jika beriman dan beramal shalih bisa dilakukan seorang sendiri, dua syarat terakhir ini melibatkan orang lain. Karena yang disyaratkan adalah tawashouw, saling berwasiat satu sama lain. Ini mengisyaratkan bahwa kita tidak bisa hanya peduli pada diri sendiri, tapi juga harus peduli pada orang lain.
Saling berwasiat ini bersifat timbal balik, artinya kita memberi sekaligus menerima nasihat. Ini mengisyaratkan bahwa memberi nasihat pada orang lain bukan berarti kita merasa lebih baik, tapi justru karena kita juga mengharapkan nasihat yang sama dari orang lain.
Wasiat bukan sekedar nasihat selewat sekenanya, tapi adalah nasihat penting yang disampaikan secara khusus dengan kesungguhan. Dalam berwasiat, kita memposisikan pesan yang disampaikan sebagai pesan yang penting, baik bagi kita maupun bagi yang menerima. Wasiat disampaikan secara sungguh-sungguh, pada waktu yang dikhususkan, dengan harapan pesan yang disampaikan benar-benar diterima dengan baik.
Saling berwasiat bil haq. Kata haq dalam Al-Qur'an memiliki beberapa makna yang saling melengkapi:
Kebenaran absolut – seperti kebenaran Al-Qur'an.
Kewajiban atau ketetapan – hal yang Allah perintahkan untuk dilakukan.
Hak – sesuatu yang benar dan layak diterima.
Keadilan – menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Dengan memaknai kata haq seperti di atas, berwasiat bil haq berarti berwasiat untuk mengarahkan orang lain kepada kebenaran, untuk menaati kewajiban, dan dilakukan dengan cara yang benar, layak, dan adil.
Refleksi #4 — Saling Berwasiat bi Shabr
Sabar adalah keteguhan saat berbuat yang benar, meskipun ada halangan atau godaan.
Sabar adalah ketegaran saat menghadapi musibah, seperti kesabarannya Nabi Yaqub as yang diabadikan Al-Qur'an dengan sebutan shabrun jamil – sabar yang disertai akhlak yang baik.
Sabar adalah usaha aktif, bukan sekadar pasrah. Sabar juga adalah konsisten berinovasi mencari cara-cara baru ketika menemui kegagalan.
Saling mewasiatkan bi shabr berarti saling mengingatkan, saling menyemangati, saling menguatkan untuk bersabar dalam kebaikan. Supaya bisa sama-sama bertahan dalam kebaikan, maka cara-caranya harus dengan kebaikan, kelembutan, kasih sayang sehingga hidup yang sudah sulit bisa terasa ringan. Bukan malah tambah berat. Karena pada akhirnya kita ingin sukses bersama-sama orang yang kita sayangi, baik di dunia dan di akhirat.
Aplikasi dalam Kehidupan
1) Bangun kebiasaan baik
Bangun kebiasaan baik. Ini berlaku dalam amal ibadah dan juga muamalah. Tentukan goal sebagai orientasi. Dan yang lebih penting, bangun sistem untuk menjalankan progress-nya. Ingatlah hadits "Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus, meskipun sedikit." (HR. Bukhari, no. 6465; Muslim, no. 782).
Saya merekomendasikan buku Atomic Habits karya James Clear. Buku tersebut berisi panduan praktis untuk membangun kebiasaan (habits) melalui langkah kecil yang konsisten (atomic). Buku ini menggabungkan riset ilmiah, contoh nyata, dan strategi sederhana yang mudah diterapkan.
2) Agendakan waktu khusus bersama keluarga
Rencanakan waktu khusus untuk berkomunikasi dengan pasangan dan anak-anak. Rencanakan dengan baik agendanya. Gunakan momen tersebut untuk menguatkan hubungan, memberikan pengajaran dan nasihat, mendiskusikan proyek-proyek kebaikan, dan juga untuk mendengarkan isi hati mereka.
Jika circle keluarga sudah terkondisikan, perbesar ke circle yang lebih luas. Misalnya, circle keluarga besar, pertemanan, komunitas, dll. Ini semua dilakukan dalam rangka saling mewasiatkan kebaikan dan kesabaran. Karena pada akhirnya kita ingin sukses bersama-sama orang yang kita sayangi, baik di dunia dan di akhirat.
3) Cari lingkungan yang baik
Carilah lingkungan yang mendukung pertumbuhan keimanan, kebiasaan baik, dan amal shalih. Lingkungan yang positif akan membantu menguatkan konsistensi kita dalam menjalankan kebaikan. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Seseorang itu tergantung agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dijadikan teman." (HR. Abu Dawud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378).
Bergabunglah dengan komunitas yang memiliki visi yang sama, seperti kelompok pengajian, organisasi sosial, atau komunitas profesional yang berorientasi pada nilai-nilai kebaikan serta menginspirasi untuk terus maju dalam kebaikan.
Penutup
Sebagai penutup, surah Al-'Ashr mengajarkan bahwa untuk terhindar dari kerugian, kita harus beriman, beramal shalih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran. Ayat ini menjadi panduan hidup yang mengarahkan kita pada batas minimal, yaitu agar tidak gagal dalam hidup. Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk mengamalkannya dengan istiqamah. Aamiin.
Tadabbur Lainnya di Jurnal Quran
Mindfulness: Supaya Kita Tidak Terlalaikan (Tadabbur QS At-Takatsur: 8)
Jangan Begitu, Karena Nanti Sudah Terlambat (Tadabbur QS At-Takatsur ayat 5-7)
Jangan Terjebak di Perlombaan yang Salah (Tadabbur QS At-Takatsur ayat 1-3)
Tuntunan Surah Al-Insyirah: 6 Cara Menghadapi Kesulitan Hidup (Tadabbur QS Al-Insyirah: 1-8)