Surah At-Takasur, meskipun singkat, menyampaikan sebuah peringatan yang luar biasa dalam agar jangan sampai kita “salah fokus“, terlena mengejar hal yang salah.
ٱلْهَاكُمُ ٱلتَّكَاثُرُۙ ١ حَتَّىٰ زُرْتُمُ ٱلْمَقَابِرَ ٢ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ٣
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui." (QS At-Takatsur: 1-3)
Tafsir
Surah At-Takaatsur (Bermegah-megahan) mengingatkan manusia tentang bahaya kesibukan dalam bermegah-megahan yang melalaikan mereka dari ketaatan kepada Allah. Saling membanggakan harta, anak-anak, dan kekuasaan sering kali membuat manusia lupa akan tujuan hidup yang sesungguhnya, hingga akhirnya kematian menjemput mereka.
Allah memperingatkan dengan tegas bahwa sikap seperti ini akan membawa penyesalan di kemudian hari, sebagaimana dalam firman-Nya, "Janganlah begitu," sebagai hardikan dan peringatan bahwa kelak manusia akan mengetahui akibat dari kelalaian mereka.
Ada beberapa refleksi yang bisa kita renungkan dari ketiga ayat ini:
Refleksi #1 — Bermegah-megah telah melalaikan kamu.. dari apa? 🤔
Refleksi #2 — Kamu sibuk terlena hingga tiba-tiba ajal menjemput ⚰️😨
Refleksi #3 — Janganlah begitu, karena nanti kamu akan menyesal 😞💭
Refleksi #4 — Apa yang sebenarnya tujuan? Apa yang sebenarnya sarana? 🎯🔄
Langkah Konkret (Action Items) ✅🚀
Mari kita dalami satu per satu.
Refleksi #1 — Bermegah-megah telah melalaikan kamu.. dari apa?
أَلْهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu"
(QS At-Takatsur: 1)
Allah menggunakan kata “أَلْهَىٰ“ alha, seakar kata dengan lahwu, sesuatu yang menghibur dan menyibukkan kita, tetapi pada saat yang sama, mengalihkan kita dari hal yang lebih penting.
Sedangkan “ٱلتَّكَاثُرُ“ takatsur artinya bermegah-megahan, berlomba dalam memperbanyak sesuatu, atau berbangga-bangga. Tapi apa yang dibanggakan? Menariknya, Al-Quran tidak menyebutnya secara spesifik. Kenapa? Agar maknanya tetap terbuka. Ia bisa mencakup apa saja—harta, jabatan, pengaruh, bahkan anak-anak yang kita banggakan. Apa saja yang memberi rasa lebih dibandingkan orang lain, itulah takatsur.
Jadi berlomba-lomba bisa melalaikan kita. Tapi melalaikan dari apa? Itu juga sengaja dibiarkan terbuka. Ia melalaikan kita dari apapun yang lebih penting. Sebagai manusia, hal terpenting yang harus dilakukan di dunia adalah mempersiapkan diri untuk akhirat. Jadi ia melalikan kita dari mempersiapkan akhirat.
Refleksi #2 — Kamu sibuk terlena hingga tiba-tiba ajal menjemput
حَتَّىٰ زُرْتُمُ ٱلْمَقَابِرَ
”sampai kamu masuk ke dalam kubur”
(QS At-Takatsur: 2)
Dan ironisnya, takatsur ini tidak pernah berhenti. Ia terus menguasai kita sampai kapan? "Hingga kamu masuk ke dalam kubur." Allah menggunakan kata “زُرْ“ yang artinya “mengunjungi.” Kubur hanyalah tempat persinggahan sementara, bukan tujuan akhir. Tujuan akhirnya adalah akhirat.
Ini pengingat bahwa hidup kita di dunia ini fana, seperti permainan. Kita sibuk berperan, tapi semuanya sementara. Saat permainan berakhir, siapa kita sebenarnya baru akan terlihat.
Ada sebuah kisah menarik di balik ayat ini. Dua kabilah Quraisy pernah terjebak dalam persaingan, saling membanggakan kekayaan dan jumlah anggota mereka. Mereka bahkan mendatangi kuburan, menunjuk-nunjuk pada makam leluhur mereka sambil berkata, "Lihat, orang-orang hebat ini berasal dari kami!" Seolah-olah kebanggaan itu bertahan hingga alam kubur. Tapi semua kebanggaan itu tidak ada nilainya. Di dunia mungkin kita terkesan dengan angka-angka: siapa yang punya lebih banyak, siapa yang lebih hebat. Tapi di akhirat, angka-angka itu tidak berarti apa-apa kecuali diamalkan dengan ikhlas di jalan Allah.
Refleksi #3 — Janganlah begitu, karena nanti kamu akan menyesal
Allah kemudian memperingatkan kita,
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
"Jangan begitu, kelak kamu akan mengetahui."
(QS At-Takatsur: 3)
Kata “كَلَّا“ kalla di sini adalah hentakan tegas: berhenti! Apa yang kamu kejar itu salah. Dan kata “سَوْفَ“ saufa, yang berarti “segera,” menegaskan bahwa hari perhitungan akan datang lebih cepat dari yang kita kira.
Lalu apa yang terjadi saat itu tiba? Kita semua akan menyesal. Orang yang masuk neraka tentu menyesal karena menyia-nyiakan hidupnya. Tapi orang yang masuk surga pun akan menyesal, "Kenapa dulu aku tidak berbuat lebih banyak? Kenapa aku tidak menggunakan waktu dengan lebih baik?"
Refleksi #4 — Apa yang sebenarnya tujuan? Apa yang sebenarnya sarana?
Ayat ini seperti cermin yang memaksa kita untuk melihat diri sendiri. Apa yang sebenarnya kita kejar? Apakah takatsur—entah itu kekayaan, pengaruh, atau kebanggaan—telah menyita hidup kita? Jangan sampai kita juga termasuk mereka yang terlena, sibuk membangun kesuksesan duniawi yang kosong makna, hingga akhirnya baru sadar saat sudah terlambat.
Tapi lihat bagaimana Allah menyampaikan ini. Tidak ada larangan untuk memiliki harta, kedudukan, atau hal-hal duniawi lainnya. Yang ditekankan adalah agar semua itu tidak menguasai kita, tidak melalaikan kita dari tujuan hidup yang sebenarnya. Karena pada akhirnya, yang kita bawa ke kubur hanyalah amal. Semua hal yang kita banggakan akan ditinggalkan. Dan kita? Hanya akan “mengunjungi” kubur, untuk menuju tempat yang jauh lebih kekal.
Hidup ini seperti permainan. Kadang kita begitu asyik bermain, lupa bahwa waktu permainan itu terbatas. Jangan tunggu permainan selesai untuk menyadari, bahwa kita sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk hari perhitungan.
Langkah Konkret (Action Items)
Berdasarkan refleksi dari Surah At-Takatsur ayat 1-3 ini, kita bisa mulai menerapkannya dalam hal-hal berikut:
Saya akan selalu mengingat bahwa segala sesuatu yang saya kejar di dunia ini hanyalah sarana, bukan tujuan. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan besar, saya akan bertanya pada diri sendiri: "Apakah ini mendekatkan saya kepada Allah atau justru melalaikan saya dari-Nya?"
Saya akan berhenti membandingkan diri dengan orang lain dalam hal harta, kedudukan, atau pencapaian duniawi. Sebagai gantinya, saya akan lebih fokus pada memperbanyak amal yang bermanfaat dan meningkatkan kualitas ibadah saya, karena itulah yang akan saya bawa ke akhirat.
Saya sadar bahwa hidup ini fana dan waktu saya terbatas. Oleh karena itu, saya akan lebih disiplin dalam mengelola waktu, menghindari kesibukan yang sia-sia, dan memastikan bahwa setiap hari saya diisi dengan hal-hal yang bermakna, baik untuk dunia maupun akhirat.
Referensi
Tafsir al-Jalalain, Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi
Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka
Tadabbur Lainnya di Jurnal Quran
Tuntunan Surah Al-Insyirah: 6 Cara Menghadapi Kesulitan Hidup (Tadabbur QS Al-Insyirah: 1-8)
Doa untuk Bab-Bab Kehidupan: Masuk Terhormat, Keluar Mulia (Tadabbur QS Al-Isra: 80)
Bekerja Menggunakan Keahlian Kita adalah Bentuk Syukur (Tadabbur QS Saba ayat 10-13)
Berpikir Terbuka dan Kritis untuk Menemukan Kebenaran (Tadabbur QS Al-Jinn ayat 4-5)
Keajaiban Al-Qur'an: Ketika Pesan Kebenaran Menyentuh Hati (Tadabbur QS Al-Jinn ayat 1-2)