Dalam Qur’an surah Saba ayat 10-13, Allah berfirman:
لَقَدْ ءَاتَيْنَا دَاوُۥدَ مِنَّا فَضْلًۭا ۖ يَـٰجِبَالُ أَوِّبِى مَعَهُۥ وَٱلطَّيْرَ ۖ وَأَلَنَّا لَهُ ٱلْحَدِيدَ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Dāwūd karunia dari Kami. (Kami berfirman), "Hai gunung-gunung dan burung-burung bertasbihlah berulang-ulang bersama Dāwūd" dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
أَنِ ٱعْمَلْ سَـٰبِغَـٰتٍۢ وَقَدِّرْ فِى ٱلسَّرْدِ ۖ وَٱعْمَلُوا۟ صَـٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌۭ
(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.
وَلِسُلَيْمَـٰنَ ٱلرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌۭ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌۭ ۖ وَأَسَلْنَا لَهُۥ عَيْنَ ٱلْقِطْرِ ۖ وَمِنَ ٱلْجِنِّ مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِۦ ۖ وَمَن يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ ٱلسَّعِيرِ
Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaymān yang perjalanannya pada waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya pada waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhan-nya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.
يَعْمَلُونَ لَهُۥ مَا يَشَآءُ مِن مَّحَـٰرِيبَ وَتَمَـٰثِيلَ وَجِفَانٍۢ كَٱلْجَوَابِ وَقُدُورٍۢ رَّاسِيَـٰتٍ ۚ ٱعْمَلُوٓا۟ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكْرًۭا ۚ وَقَلِيلٌۭ مِّنْ عِبَادِىَ ٱلشَّكُورُ
Para jin itu membuat untuk Sulaymān apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Dāwūd untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.
Tafsir
Allah swt memberikan karunia kepada Nabi Daud berupa kenabian dan Kitab Zabur. Gunung-gunung dan burung diperintahkan untuk bertasbih bersamanya, serta besi dilunakkan di tangannya seperti adonan roti. Allah memerintahkannya membuat baju besi besar dan menganyamnya dengan ukuran yang sesuai, serta mengingatkan keluarga Daud untuk beramal saleh, karena semua perbuatan mereka Dia lihat dan akan dibalas.
Untuk Nabi Sulaiman, Allah menundukkan angin baginya, sehingga perjalanan pagi dan sorenya setara dengan perjalanan sebulan. Allah juga mengalirkan cairan tembaga untuknya dan menundukkan jin agar bekerja di bawah perintahnya. Para jin ini membangun gedung-gedung tinggi, patung hiasan, piring besar seperti kolam, dan periuk-periuk besar yang tetap berada di atas tungku.
Allah mengingatkan keluarga Daud untuk bekerja sebagai bentuk syukur kepada-Nya. Namun, Allah juga menegaskan bahwa hanya sedikit dari hamba-Nya yang benar-benar bersyukur dengan hati, lisan, dan perbuatan.
Refleksi #1 — Keahlian yang saya miliki adalah titipan Allah, agar saya menggunakannya untuk beramal shalih
Nabi Daud diberi kemampuan unik untuk melunakkan besi tanpa harus ditempa—suatu keterampilan yang begitu langka hingga menjadi mukjizat. Namun, Allah tidak sekadar memberinya keahlian itu sebagai kebetulan. Allah juga memberikan arahan yang jelas:
اعمل سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
"Buatlah baju-baju besi besar, ukurlah anyamannya dengan teliti, dan kerjakanlah amal saleh." (QS Saba: 11)
Allah ingin Nabi Daud menggunakan keterampilannya bukan sekadar untuk dirinya sendiri, tetapi untuk manfaat yang lebih besar: amal saleh. Begitu pula dengan kita. Keahlian yang kita miliki bukan sekadar keberuntungan atau hasil usaha pribadi. Itu adalah titipan Allah yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk memberikan manfaat bagi orang lain.
Mungkin kita ahli dalam teknologi, bisnis, pendidikan, atau bidang lainnya. Apa pun keahlian kita, itu bukan sesuatu yang datang tanpa tujuan. Allah memberikannya kepada kita agar kita bisa memainkan peran tertentu dalam kehidupan ini. Maka, pertanyaannya adalah, apakah kita sudah menggunakan keahlian kita untuk sesuatu yang bernilai di sisi Allah?
Refleksi #2 — Allah mengawasi pekerjaan saya, ini mendorong saya untuk bekerja dengan profesional
Allah tidak hanya memberi Nabi Daud keahlian, tetapi juga mengingatkan:
"Sesungguhnya Aku (Allah) melihat apa yang kamu kerjakan."
Kalimat ini sederhana, tetapi mengandung makna yang dalam. Kita sering kali merasa harus bekerja keras hanya jika ada atasan yang mengawasi, atau jika ada penilaian kinerja. Namun, ayat ini mengingatkan bahwa ada Pengawas yang jauh lebih besar: Allah sendiri.
Mungkin kita pernah bertanya, "Apakah pekerjaan saya ini cukup berarti di hadapan Allah?"
Jawabannya jelas: Ya. Allah melihat setiap usaha, setiap detail kecil yang kita lakukan. Setiap coding yang kita tulis, setiap laporan yang kita susun, setiap keputusan yang kita ambil di tempat kerja—semuanya diperhatikan oleh Allah. Tidak ada yang sia-sia.
Maka, bekerja dengan profesionalisme bukan hanya tentang memenuhi standar manusia, tetapi juga tentang memenuhi standar Allah. Jika kita sadar bahwa pekerjaan kita selalu dalam pengawasan-Nya, maka kita akan selalu berusaha memberikan yang terbaik, bukan karena takut pada manusia, tetapi karena ingin mendapatkan ridha-Nya.
Refleksi #3 — Jika saya punya kewenangan, itu harus saya gunakan untuk sebesar-besarnya manfaat bagi manusia
Allah memberikan kekuasaan luar biasa kepada Nabi Sulaiman:
وَلِسُلَيْمَـَنَ الرِِّيحَ
"Kami tundukkan angin untuk Sulaiman." (QS Saba: 12)
Angin bagi Nabi Sulaiman bukan hanya sekadar hembusan udara. Ia menjadi alat transportasi yang memungkinkannya menempuh perjalanan sebulan hanya dalam satu pagi atau sore. Dengan ini, Nabi Sulaiman tidak hanya mempercepat pergerakan pasukannya, tetapi juga memperluas wilayah dakwah dan penyebaran keadilannya.
Selain itu, Allah melunakkan tembaga baginya dan menundukkan jin untuk bekerja di bawah perintahnya. Mereka membangun infrastruktur megah, gedung-gedung tinggi, hingga perlengkapan besar untuk masyarakatnya. Jika kita melihat dari perspektif modern, apa yang dilakukan Nabi Sulaiman adalah cikal bakal dari pengembangan teknologi transportasi dan infrastruktur yang mempermudah kehidupan manusia.
Dari sini kita belajar bahwa kekuasaan atau kewenangan bukan sekadar untuk kepentingan pribadi. Jika Allah memberi kita posisi penting—baik itu dalam pekerjaan, dalam komunitas, atau bahkan dalam keluarga—itu adalah amanah untuk menciptakan manfaat bagi orang lain. Seperti Nabi Sulaiman yang menggunakan otoritasnya untuk membangun dan mempermudah kehidupan banyak orang, kita juga harus memanfaatkan keahlian dan pengaruh kita untuk berkontribusi pada kemajuan umat manusia.
Apakah kita sudah menggunakan otoritas kita dengan benar? Jika kita seorang pemimpin tim, apakah kita membantu tim berkembang? Jika kita punya bisnis, apakah kita menggunakannya untuk memberikan manfaat lebih luas? Jika kita punya ilmu, apakah kita membagikannya kepada yang membutuhkan? Seperti Nabi Sulaiman, kita harus melihat setiap peluang sebagai kesempatan untuk berbuat kebaikan yang lebih besar.
Refleksi #4 — Apa pun profesi saya, semuanya bisa menjadi jalan untuk beramal shaleh
Terkadang kita menganggap bahwa hanya pekerjaan besar atau yang tampak "religius" yang bernilai ibadah. Padahal, Allah tidak membatasi bentuk amal yang bisa kita lakukan.
Nabi Daud hidup di era peperangan dan pembangunan kerajaan. Pekerjaannya berfokus pada persiapan pertahanan, pembuatan baju besi, serta membangun kekuatan militer yang diperlukan untuk menegakkan keadilan. Sementara itu, Nabi Sulaiman hidup di era pembangunan dan kemakmuran. Ia mengembangkan infrastruktur, transportasi, dan sistem pemerintahan yang efisien. Dua jenis pekerjaan ini sangat berbeda, tetapi keduanya memiliki nilai di sisi Allah.
Begitu pula dengan kita. Apa pun profesi kita—guru, insinyur, dokter, desainer, penulis, atau seniman—semuanya bisa menjadi jalan untuk amal saleh. Setiap era memiliki tantangannya sendiri, dan setiap bidang pekerjaan memiliki kontribusinya bagi kehidupan. Kuncinya ada pada niat. Jika kita bekerja dengan niat untuk memberikan manfaat bagi orang lain dan mencari ridha Allah, maka pekerjaan kita berubah dari sekadar tugas duniawi menjadi ibadah.
Jangan pernah meremehkan keahlian yang kita miliki. Teknologi, ekonomi, ilmu sosial, seni—semuanya bisa menjadi alat untuk membawa kebaikan yang lebih besar. Yang penting adalah bagaimana kita menggunakannya dan bagaimana kita memahami peran kita dalam membangun peradaban.
Refleksi #5 — Saya bekerja sebagai bentuk syukur kepada Allah
Allah tidak sekadar memberi nikmat, tetapi juga mengingatkan kita bagaimana cara mensyukurinya:
اعمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكرًا
"Bekerjalah, wahai keluarga Daud, untuk bersyukur." (QS Saba: 13)
Bersyukur bukan hanya diucapkan dengan lisan, tetapi juga dibuktikan dengan tindakan. Salah satu cara terbaik untuk bersyukur atas karunia Allah adalah dengan bekerja sebaik mungkin.
Nabi Daud dan Nabi Sulaiman diberi keahlian, teknologi, dan kekuasaan. Tapi yang mereka lakukan bukanlah berdiam diri atau bersenang-senang. Mereka bekerja keras membangun peradaban, menciptakan infrastruktur, dan mengelola sumber daya yang ada untuk kesejahteraan masyarakat.
Begitu juga dengan kita. Jika kita diberi keahlian, gunakanlah itu untuk kebaikan. Jika kita diberi pekerjaan, lakukanlah dengan sebaik mungkin. Jika kita diberi ilmu, bagikanlah kepada orang lain. Semua itu adalah bentuk syukur kepada Allah yang akan mendatangkan berkah yang lebih besar.
Karena pada akhirnya, syukur bukan sekadar ucapan. Syukur adalah kerja nyata yang menunjukkan bahwa kita benar-benar menghargai nikmat yang telah Allah berikan.
Langkah Praktis
Identifikasi keahlian yang kita miliki dan bagaimana keahlian itu bisa dimanfaatkan untuk amal saleh.
Selalu ingat bahwa Allah melihat setiap pekerjaan yang kita lakukan, sehingga bekerja dengan profesionalisme adalah bagian dari ibadah.
Jika memiliki kewenangan atau pengaruh dalam pekerjaan, gunakanlah untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi manusia.
Jangan meremehkan nilai pekerjaan diri sendiri atau orang lain, karena setiap zaman dan profesi memiliki peran penting dalam kehidupan.
Jangan mendikotomi antara “urusan dunia” dan “urusan akhirat”, karena pada hakikatnya semua hal itu bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar.
Bekerja dengan niat sebagai bentuk syukur kepada Allah, bukan sekadar untuk mencari materi atau pengakuan manusia.
Berusaha membangun keterampilan dan ilmu yang lebih baik agar pekerjaan yang dilakukan semakin bernilai dan bermanfaat bagi banyak orang.
Menyisihkan waktu untuk refleksi dan evaluasi diri, memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan masih sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai Islam.