Ketika Kecanggihan AI Mengingatkan Kita pada Keistimewaan Manusia
AI yang canggih tak sekadar mengagumkan, tapi menyadarkan kita akan keistimewaan akal—pembeda utama manusia dari makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Saat ini, kita dibuat takjub oleh kemajuan teknologi Artificial Intelligence (AI). Salah satu aplikasinya yang paling populer, ChatGPT, mampu menjawab berbagai pertanyaan, menulis email, menyusun dokumen, merancang presentasi, dan masih banyak lagi. Model AI ini dilatih dengan miliaran data teks yang memuat berbagai pengetahuan manusia, menjadikannya seolah-olah bisa “mengerti” dan merespons layaknya seorang pakar.
Kekaguman kita terhadap kemampuan AI ini justru mengingatkan saya pada kekaguman malaikat terhadap kelebihan manusia yang Allah tunjukkan kepada mereka: kecerdasan untuk memahami dan mengembangkan ilmu—sebagaimana dikisahkan dalam surah Al-Baqarah ayat 31–33.
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلْأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى ٱلْمَلَـٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِـُٔونِى بِأَسْمَآءِ هَـٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمْ صَـٰدِقِينَ ٣١
(31) “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat seraya berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’”
قَالُوا۟ سُبْحَـٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْحَكِيمُ ٣٢
(32) Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, kami tidak mengetahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
قَالَ يَـٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئْهُم بِأَسْمَآئِهِمْ ۖ فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم بِأَسْمَآئِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّىٓ أَعْلَمُ غَيْبَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ ٣٣
(33) Allah berfirman, “Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu.” Maka setelah Adam menyampaikannya, Allah berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan?”
Tafsir Ringkas
(Ayat 31) Ayat ini menjelaskan bahwa Allah ﷻ mengajarkan kepada Nabi Adam a.s. nama-nama, yang tidak hanya mencakup benda-benda konkret, tetapi juga konsep-konsep abstrak. Ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang dapat dididik (educable). Sejak lahir dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, manusia berkembang melalui proses pendidikan hingga mampu memahami dan melakukan berbagai hal.
Setelah Adam menerima pengetahuan tersebut, Allah memperlihatkan benda-benda itu kepada para malaikat dan memerintahkan mereka menyebutkan namanya. Mereka tidak mampu menjawab, yang menegaskan keterbatasan ilmu mereka dan memperlihatkan keunggulan Adam. Hal ini juga menjadi bukti bahwa pilihan Allah mengangkat manusia sebagai khalifah didasarkan pada hikmah dan pengetahuan yang luas.
(Ayat 32) Malaikat kemudian mengakui kelemahan mereka, menyucikan Allah dari segala kekurangan, dan menyadari bahwa semua keputusan-Nya, termasuk pengangkatan Adam sebagai khalifah, berpijak pada kebijaksanaan yang sempurna. Pertanyaan mereka sebelumnya, "mengapa Allah mengangkat Adam a.s. sebagai khalifah," bukanlah bentuk pembangkangan, melainkan keinginan untuk memahami kehendak-Nya. Setelah penjelasan diberikan, mereka tunduk dengan penuh ketakwaan.
(Ayat 33) Allah lalu memerintahkan Adam untuk memberitahukan nama-nama benda tersebut kepada para malaikat. Adam menjelaskan semuanya beserta sifat-sifatnya. Allah menegaskan kembali bahwa Dia mengetahui segala yang tampak maupun tersembunyi, dan bahwa semua ciptaan dan keputusan-Nya berdasarkan ilmu dan hikmah yang tak terbatas.
Dari ketiga ayat ini, ada beberapa hal yang bisa kita refleksikan lebih dalam:
Refleksi #1 — Yang membuat manusia istimewa adalah karena kecerdasan yang diberikan Allah
Refleksi #2 — Ilmu adalah anugerah dari Allah, bukan semata hasil usaha manusia
Refleksi #3 — Menjadikan ilmu sebagai jalan untuk memahami kebesaran Tuhan
Refleksi #4 — Mendayagunakan Akal untuk Menguasai Ilmu dan Menyelesaikan Masalah Kemanusiaan
Refleksi #5 — Tak Ada yang Tersembunyi di Hadapan-Nya
Mari kita dalami satu per satu.
Refleksi #1 — Yang membuat manusia istimewa adalah karena kecerdasan yang diberikan Allah
Allah berfirman, وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلْأَسْمَآءَ كُلَّهَا “Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama…” (QS. Al-Baqarah: 31), menunjukkan bahwa manusia dianugerahi potensi luar biasa untuk memahami dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Ini merupakan tanda bahwa kemampuan berpikir dan belajar merupakan keistimewaan manusia yang membedakannya dari makhluk lain.
Bukan “diciptakan dari apa” yang membuat manusia unggul, melainkan daya intelektual yang dimilikinya. Malaikat, walau diciptakan dari cahaya, tidak diberi kapasitas pemahaman yang sama. Oleh karena itu, manusia diberi mandat sebagai khalifah, dengan tanggung jawab moral dan intelektual untuk mengelola bumi dengan bijak. Maka dari itu, penting bagi manusia untuk terus menggunakan akalnya untuk berpikir logis.
Refleksi #2 — Ilmu adalah anugerah dari Allah, bukan semata hasil usaha manusia
Ayat yang sama, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama…” menegaskan bahwa ilmu dan pengetahuan berasal dari Allah, bukan semata-mata hasil usaha manusia. Bahasa, pemahaman, dan kecerdasan yang kita miliki merupakan bentuk wahyu atau petunjuk dari Sang Pencipta.
Menurut ulama seperti Al-Ash’ari, bahasa merupakan sesuatu yang diwahyukan, bukan diciptakan manusia sendiri. Contoh lain, kisah Nabi Sulaiman dan burung hud-hud memperlihatkan bahwa bahkan orang sebijaksana Nabi Sulaiman pun tidak mengetahui segala hal. Oleh sebab itu, kita harus menghindari kesombongan intelektual dan senantiasa bersyukur serta rendah hati atas ilmu yang diberikan, apa pun bentuk dan darimana pun datangnya.
Refleksi #3 — Menjadikan ilmu sebagai jalan untuk memahami kebesaran Tuhan
Ilmu bukan sekedar fakta dan informasi, tetapi merupakan sarana untuk memahami tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. Penemuan dan inovasi sering kali bermula dari renungan atas ciptaan-Nya—seperti roda yang diinspirasi oleh alam atau teknologi yang berkembang dari pemanfaatan energi alamiah.
Perjalanan ilmu yang terus berkembang menunjukkan adanya sistem yang teratur, mencerminkan kebijaksanaan Tuhan dalam menciptakan alam. Islam sangat menghargai pencarian ilmu dan mengajak umatnya untuk merenung, mengamati, dan memahami, sebagai bentuk pengakuan terhadap keagungan ciptaan-Nya.
Refleksi #4 — Mendayagunakan akal untuk menguasai ilmu dan menyelesaikan masalah kemanusiaan
Sebagai makhluk yang diberi akal dan kemampuan berpikir, manusia memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkan potensi tersebut untuk menjalankan perannya sebagai khalifah di bumi. Dalam konteks ini, penguasaan ilmu pengetahuan bukan sekadar pilihan, tetapi bagian dari wujud syukur atas karunia akal yang Allah berikan. Seperti Nabi Adam a.s. yang diberi pengetahuan untuk mengenali dan menamai, kita pun diajak untuk belajar agar mampu mengenali persoalan-persoalan di dunia dan mencari jalan keluarnya.
Umat Islam semestinya menjadi yang terdepan dalam menjawab tantangan zaman melalui sumbangsih keilmuan. Banyak persoalan kemanusiaan—seperti kemiskinan, ketimpangan, kerusakan lingkungan, dan konflik—memerlukan pendekatan yang ilmiah dan solutif. Dalam hal ini, peran ilmu bukan hanya sebagai alat analisis, tetapi juga sebagai sarana aktualisasi amanah sebagai khalifah di bumi.
Refleksi #5 — Tak Ada yang Tersembunyi di Hadapan-Nya
Membaca firman Allah, أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّىٓ أَعْلَمُ غَيْبَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ “Bukankah telah Aku katakan kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (Al-Baqarah: 33), ayat ini mengingatkan kita akan luasnya ilmu Allah, tidak hanya terhadap apa yang tampak, tetapi juga terhadap segala sesuatu yang tersembunyi jauh di dalam hati manusia. Betapa sering kita mencoba menyembunyikan kesalahan, niat buruk, atau dosa dari pandangan orang lain. Namun, tidak ada yang bisa disembunyikan dari Allah. Bahkan bisikan hati yang paling halus pun diketahui-Nya.
Kesadaran ini seharusnya menumbuhkan rasa malu dan takut kepada Allah, serta menjadi pendorong untuk menjaga keikhlasan dan integritas dalam setiap amal dan niat kita. Allah tidak menilai dari apa yang tampak saja, melainkan dari kedalaman hati dan kejujuran niat. Maka, marilah kita senantiasa berusaha memperbaiki hati, bukan hanya tampilan luar.
Aplikasi dalam Kehidupan
Berikut adalah beberapa ide aplikasi praktis yang bisa kita amalkan setelah merefleksikan ayat-ayat ini:
Pertama, kita mulai dengan menjadikan ilmu sebagai jalan mendekat kepada Allah. Islam sangat menjunjung tinggi nilai ilmu, dan mempelajarinya adalah bentuk ibadah. Menuntut ilmu juga seharusnya membawa kita pada kesadaran akan kebesaran Allah, bukan sekadar mengejar status atau materi.
Kedua, penting bagi kita untuk mengembangkan pola pikir yang terbuka dan tetap rendah hati. Kita juga perlu belajar untuk melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang, serta tidak cepat menilai. Di sinilah pentingnya sikap menghargai perbedaan dan keterbukaan dalam berpikir.
Ketiga, kita diajak untuk merenungkan keteraturan alam sebagai bukti nyata kebesaran Tuhan. Ketika kita menyaksikan keindahan dan keteraturan alam semesta, dari rotasi bumi hingga hukum-hukum fisika yang konsisten, semua itu menunjukkan betapa Maha Bijaksananya Sang Pencipta.
Keempat, memiliki obsesi untuk menguasai ilmu pengetahuan. Umat Islam seharusnya memiliki rasa lapar intelektual—keinginan yang mendalam untuk terus belajar, memahami, dan menciptakan hal-hal baru yang bermanfaat. Semangat ini bukan sekadar untuk prestasi duniawi, tetapi sebagai bagian dari ibadah dan pengabdian kepada Allah.
Kelima, kita perlu memanfaatkan ilmu untuk memberi kontribusi nyata dalam menyelesaikan persoalan-persoalan di sekitar kita. Hal ini mencakup keterlibatan aktif dalam pendidikan, penelitian, inovasi, atau bahkan hal-hal sederhana seperti memberikan solusi praktis di lingkungan sekitar.
Keenam, menjaga kejujuran hati dan integritas pribadi meski tidak ada yang melihat. Baik dalam niat, ucapan, maupun tindakan tersembunyi, kita dituntut untuk berlaku benar karena kita tidak bisa menyembunyikan apapun dari-Nya.
Penutup
Maka, kekaguman kita terhadap AI seharusnya tidak berhenti pada decak kagum terhadap teknologi semata, tetapi justru menjadi pengingat akan potensi besar yang Allah titipkan kepada manusia: akal dan kecerdasan. Seperti yang tercermin dalam kisah Nabi Adam a.s., kemampuan untuk memahami, menamai, dan mengembangkan ilmu adalah anugerah sekaligus amanah. Dari sinilah kita belajar bahwa tugas manusia bukan hanya mengejar kemajuan, tetapi juga merenung, berpikir, dan pada akhirnya menyadari kebesaran Sang Pencipta. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, marilah kita kembali menggunakan akal dengan penuh tanggung jawab—bukan hanya untuk menjelajah dunia, tetapi juga untuk mendekat kepada Tuhan.
Referensi
Tafsir Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib
Tafsir Lengkap Kementerian Agama RI
Terjemah Al-Quran Kementerian Agama RI