Belajar dari Ibrahim (2/4): Doa-doa dengan Pandangan Jauh Kedepan
Ini adalah bagian kedua dari empat seri yang mengupas keteladanan Nabi Ibrahim as., Bagian ini mengupas salah satu aspek keteladanan: visi jauh ke depan yang tergambar dari untaian doa-doa beliau.
Dalam QS An-Nahl ayat 120, إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً., Allah menyebut Ibrahim sebagai “ummatan” karena kesempurnaan akhlaknya yang menjadikannya setara dengan satu umat. Ia juga menjadi teladan utama dalam agama, bahkan disebut sebagai sebab keberadaan umat yang bertauhid.
Artikel ini adalah bagian kedua dari rangkaian empat seri yang membahas berbagai sisi keteladanan Nabi Ibrahim as. Pada bagian ini, kita akan menelusuri salah satu aspek: keteladanan dalam visi yang jauh kedepan, yang tercermin dari untaian doa-doa beliau.
Belajar dari Ibrahim (1/4): Menggunakan Logika dan Pertanyaan Kritis
Belajar dari Ibrahim (2/4): Doa-doa dengan Pandangan Jauh Kedepan (artikel ini)
Belajar dari Ibrahim (3/4): Ketaatan dan Kasih Sayang (upcoming)
Belajar dari Ibrahim (4/4): Keberanian dan Kebijaksanaan (upcoming)
Mari kita telusuri beberapa ayat yang menggambarkan visionernya beliau.
Visi negeri yang aman dan makmur
Dan (ingatlah), ketika Ibrāhīm berdoa, "Ya Tuhan-ku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian" (QS Al-Baqarah: 126)
Doa Nabi Ibrahim dalam ayat ini adalah bentuk nyata dari visi seorang pemimpin yang memikirkan masa depan masyarakat dan peradaban yang akan tumbuh jauh setelahnya. Di tengah lembah gersang yang belum menjadi kota, beliau memohon kepada Allah agar tempat itu dijadikan negeri yang aman dan diberkahi dengan rezeki yang cukup.Dalam sejarah, Mekkah benar-benar tumbuh menjadi kota yang aman dan makmur.
Apa yang dimohonkan Ibrahim as dalam doa ini pun sangat relevan dalam konteks pembangunan bangsa modern. Sebuah negeri yang besar memerlukan dua hal utama: keamanan nasional dan stabilitas ekonomi. Tanpa keamanan, potensi sumber daya tak akan bisa diakses dan dikelola dengan optimal. Tanpa kesejahteraan, stabilitas sosial dan keadilan sulit diwujudkan.
Maka, kerja-kerja kita dalam membangun Indonesia hari ini sejatinya dapat mengambil inspirasi dari doa dan visi Ibrahim: menghadirkan negeri yang aman bagi semua warganya, serta menyediakan peluang ekonomi yang merata agar rakyat bisa hidup layak.
Visi pembinaan generasi penerus
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Baqarah: 128)
Doa Nabi Ibrahim dalam ayat ini menggambarkan visi besar tentang pembinaan generasi penerus yang mencakup dimensi spiritual dan moral. Ia memikirkan masa depan keturunannya agar ada di antara mereka yang menjadi umat yang patuh kepada Allah.
Dalam konteks pendidikan, doa ini mencerminkan kesadaran pentingnya membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas moral dan spiritual.
Ibrahim pun memohon agar ditunjukkan cara-cara beribadah (manasikana). Ini mengisyaratkan pentingnya pendidikan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah secara konkret. Dalam tafsir, manasik tidak hanya terbatas pada ritual haji, tetapi mencakup seluruh bentuk ibadah dan nilai-nilai kehidupan yang mengarahkan manusia kepada Tuhan. Ini selaras dengan konsep pendidikan Islam yang menekankan pembinaan akhlak, pembiasaan ibadah, serta pelatihan jiwa untuk taat dan berserah diri.
Visi estafeta kepemimpinan
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Alkitab (Al-Qur`ān) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS Al-Baqarah: 129)
Doa Nabi Ibrahim as dalam ayat ini mengandung visi yang jauh kedepan tentang kesinambungan kepemimpinan umat. Harapan agar rasul tersebut muncul dari kalangan mereka sendiri menandakan pentingnya pemimpin yang dekat secara emosional, sosial, dan budaya dengan umatnya.
Rasul yang diharapkan Ibrahim as memiliki empat mandat utama:
Membacakan wahyu – sebagai sarana pencerahan intelektual dan spiritual,
Mengajarkan isi kitab – membekali umat dengan pemahaman akan nilai-nilai ilahiah,
Menanamkan hikmah – membentuk pola pikir dan sikap bijaksana dalam berkata dan berbuat,
Menyucikan jiwa – membina karakter dan integritas pribadi.
Dengan visi ini, Nabi Ibrahim telah meletakkan dasar visi strategis pembinaan pemimpin yang akan memikul estafeta dakwah dan peradaban Islam. Rasulullah Muhammad ﷺ adalah perwujudan paling sempurna dari doa tersebut—pemimpin yang membina generasi sahabat, dan melalui mereka, melahirkan mata rantai kepemimpinan yang terus hidup hingga hari ini.
Maka, kerja-kerja kita dalam membentuk pemimpin masa depan sejatinya adalah lanjutan dari doa dan visi Nabi Ibrahim as.
Visi meniggalkan legacy
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian“ (QS Asy-Syu‘arā’: 83–84)
Doa Nabi Ibrahim dalam QS Asy-Syu‘arā’: 83–84 menunjukkan keinginannya untuk dikenang karena keteladanan dan nilai-nilai luhur oleh generasi setelahnya. Ia tidak meminta kejayaan duniawi atau kekuasaan, melainkan agar menjadi "buah tutur yang baik" di kalangan orang-orang setelahnya.
Warisan sejati bukanlah harta, tapi inspirasi yang terus hidup dalam hati manusia. Doa ini menunjukkan bahwa visi Ibrahim tidak berhenti pada fisik dan infrastruktur, tetapi pada memori kolektif umat manusia tentang nilai dan keteladanan yang abadi.
Visi kehidupan akhirat
”dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan” (QS Asy-Syu‘arā’: 85)
“dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan“ (QS Asy-Syu‘arā’: 87)
Akhir dari rangkaian doa Nabi Ibrahim adalah orientasi kepada kehidupan akhirat. Dalam QS Asy-Syu‘arā’: 85–87, beliau memohon agar menjadi bagian dari orang-orang yang mewarisi surga, serta tidak dipermalukan di hari kebangkitan. Doa ini memperlihatkan orientasi yang tepat, bahwa apa pun yang ingin dicapai di dunia, semua itu bertujuan agar memperoleh keselamatan di akhirat.
Permohonan agar tidak dihinakan di hari kebangkitan mencerminkan kesadaran Ibrahim as terhadap kondisi di hari pembalasan, hari di mana segala amal diperhitungkan dan topeng-topeng duniawi terbuka.
Ini adalah penutup sempurna dari visi hidup seseorang muslim: membangun dunia dengan pandangan ke masa depan, sambil tidak pernah melupakan akhirat sebagai tempat kembali yang hakiki.
Penutup
Dari untaian doa-doanya, kita melihat bahwa Nabi Ibrahim bukan hanya seorang hamba yang taat, tetapi juga seorang visioner sejati—pemimpin yang merancang masa depan umat, pendidik generasi, penggagas peradaban, dan pewaris nilai-nilai ilahiah. Setiap permohonan yang ia panjatkan adalah cerminan dari misi kenabian yang melampaui zaman.
Dalam dunia yang semakin pragmatis, keteladanan Ibrahim mengajarkan kita pentingnya berpikir jauh ke depan—bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk umat, bangsa, dan generasi yang akan datang.
Referensi
Tafsir Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib
Terjemah Al-Quran Kementerian Agama RI